Periode penting dalam tumbuh
kembang anak adalah masa balita. Karena pada masa ini pertumbuhan dasar yang
akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, kesadaran
emosional dan inteligensia berjalan sangat cepat. Perkembangan psiko-sosial
sangat dipengaruhi lingkungan dan interaksi antara anak dengan orang tuanya.
Perkembangan anak akan optimal bila interaksi sosial diusahakan sesuai dengan
kebutuhan anak pada berbagai tahap perkembangan.
Perkembangan adalah perubahan
psikologis sebagai hasil dari proses pematangan fungsi psikis dan fisik pada
diri anak, yang di tunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam
peredaran waktu tertentu menuju kedewasaan dari lingkungan yang banyak
berpengaruh dalam kehidupan anak menuju dewasa. Perkembangan menandai maturitas
dari organ-organ dan sistem-sistem, perolehan ketrampilan, kemampuan yang lebih
siap untuk beradaptasi terhadap stress dan kemampuan untuk memikul tanggung
jawab maksimal dan memperoleh kebebasan dalam mengekspresikan
kreativitas.
Sampai saat ini, penyebab utama
terjadinya bibir sumbing belum diketahui pasti. Faktor-faktor yang dapat
menimbulkan bibir sumbing antara lain faktor genetik atau keturunan.Faktor
keturunan ini diduga sangat kuat, mungkin salah satu orang tuanya atau keduanya
membawa sifat sehingga timbul cacat bibir sumbing, sebagaimana halnya penyakit-penyakit
bawaan yang lain. Kalau orang tuanya tak ada bibir sumbing mungkin nenek atau
buyutnya, jadi garis turunan ke atasnya. Namun begitu, beberapa literature
mengatakan bahwa faktor keturunan sebaiknya jangan dipersoalkan, sebab bisa
menimbulkan masalah antara suami dan isteri. Bisa saling salah menyalahkan.
Hendaknya lebih menekankan pada penanganan atau terapinya. Sebagai umat
beragama lebih bijaksana dengan menerimanya dan berusaha menangani sebaik
mungkin dengan menyerahkan kepada ahlinya.
Berikutnya, faktor lingkungan
antara lain; adanya infeksi yang disebabkan virus Rubella/campak sewaktu ibu
hamil muda. Kemudian, akibat teratogen; zat kimia yang menimbulkan kelainan
perkembangan embrio jika diberikan selama kehamilan, semisal hydantoin, trimethadione,
valporate, dan lain-lain. Lalu nutrisi, salah satunya adalah defisiensi atau
kekurangan asam fosfat. Begitu pula obat-obatan yang dikonsumsi ibu hamil,
seperti untuk menenangkan pasien sewaktu hamil muda. Sedangkan jamu-jamuan
sampai sekarang belum diselidiki pengaruhnya. Bisa juga karena radiasi akibat
reaksi berantai, seperti bom atom.
Faktor
selanjutnya adalah multifaktor, adanya interaksi antara faktor lingkungan dan
genetik.Bibir sumbing tergolong cacat bawaan, tapi bisa diperbaiki mendekati
normal. Yang penting lagi, anak harus disiapkan secara mental tentang
kekurangannya.
A.
Pengertian
Bibir sumbing disebut juga sebagai Labio palatoshcizis atau sumbing bibir langitan adalah cacat bawaan berupa celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit .
Labio palatoshcizis merupakan
suatu kelainan yang dapat terjadi pada daerah mulut palato shcizis (sumbing
palatum) labio shcizis (sumbing pada bibir) yang terjadi akibat gagalnya
perkembangan embrio.
Pengertian lain menjelaskan bahwa
Labio palatoschizis adalah merupakan congenital anomaly yang berupa adanya
kelainan bentuk pada wajah.
Dari ketiga pengertian tersebut
dapat disimpulkan Labio Palatoschizis adalah suatu kelainan congenital berupa
celah pada bibir atas, gusi, rahang dan langit-langit yang terjadi akibat
gagalnya perkembangan embrio.
B.
Patofisiologi
Sampai saat ini,
beberapa ahli mengungkapkan bahwa penyebab utama terjadinya bibir sumbing belum
diketahui pasti. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan bibir sumbing antara lain
faktor genetik atau keturunan. Faktor ini diduga sangat kuat, mungkin salah
satu orang tuanya atau keduanya membawa sifat sehingga timbul cacat bibir
sumbing, sebagaimana halnya penyakit-penyakit bawaan yang lain. Kalau orang
tuanya tak ada bibir sumbing mungkin nenek atau buyutnya, jadi garis turunan ke
atasnya. Namun begitu faktor keturunan sebaiknya jangan dipersoalkan, sebab
bisa menimbulkan masalah antara suami dan isteri. Bisa saling salah
menyalahkan. hendaknya lebih menekankan pada penanganan atau terapinya. Sebagai
umat beragama lebih bijaksana dengan menerimanya dan berusaha menangani sebaik
mungkin dengan menyerahkan kepada ahlinya.
Berikutnya, faktor lingkungan
antara lain; adanya infeksi yang disebabkan virus Rubella/campak sewaktu ibu
hamil muda. Kemudian, akibat teratogen; zat kimia yang menimbulkan kelainan
perkembangan embrio jika diberikan selama kehamilan, semisal hydantoin,
trimethadione, valporate, dan lain-lain. Lalu nutrisi, salah satunya adalah
defisiensi atau kekurangan asam fosfat. Begitu pula obat-obatan yang dikonsumsi
ibu hamil, seperti untuk menenangkan pasien sewaktu hamil muda. Sedangkan
jamu-jamuan sampai sekarang belum diselidiki pengaruhnya. Bisa juga karena
radiasi akibat reaksi berantai, seperti bom atom.
Faktor selanjutnya adalah
multifaktor, adanya interaksi antara faktor lingkungan dan genetic.
Hasil Penelitian lain
mengungkapkan bahwa penyebab utama bibir sumbing karena kekurangan seng dan
karena menikah/kawin dengan saudara/kerabat. Bagi tubuh, seng sangat dibutuhkan
enzim tubuh. Walau yang diperlukan sedikit, tapi jika kekurangan berbahaya.
Sumber makanan yang mengandung
seng antara lain : daging, sayur sayuran dan air. Di NTT airnya bahkan tidak
mengandung seng sama sekali. Soal kawin antara kerabat atau saudara memang
menjadi pemicu munculnya penyakit generatif, (keterununan) yang sebelumnya
resesif. Kekurangan gizi lainya seperti kekurangan vit B6 dan B complek.
Infeksi pada janin pada usia kehamilan muda, dan salah minum obat obatan/jamu
juga bisa menyebabkan bibir sumbing.
Proses terjadinya labio
palatoshcizis yaitu ketika kehamilan trimester I dimana terjadinya gangguan
oleh karena beberapa penyakit seperti virus. Pada trimester I terjadi proses
perkembangan pembentukan berbagai organ tubuh dan pada saat itu terjadi
kegagalan dalam penyatuan atau pembentukan jaringan lunak atau tulang selama
fase embrio.
Apabila terjadinya kegagalan
dalam penyatuan proses nasal medical dan maxilaris maka dapat mengalami labio
shcizis (sumbing bibir) dan proses penyatuan tersebut akan terjadi pada usia
6-8 minggu. Kemudian apabila terjadi kegagalan penyatuan pada susunan palato
selama masa kehamilan 7-12 minggu, maka dapat mengakibatkan sumbing pada palato
(palato shcizis).
C.
Kategori dan Hambatan
Bibir sumbing merupakan cacat
bawaan yang sudah tampak sejak bayi dilahirkan. Ciri-cirinya jelas sekali; akan
tampak pada bibir bayi ada sumbingnya/celahnya atau terbelah, baik satu sisi
atau dua sisi. Karena penampakannya yang nyata, cacat bibir sumbing berbeda dengan
cacat lain yang kerap tak kelihatan seperti Hirschprung's (kelainan yang
ditandai dengan menggembungnya usus besar).
1. Kategori
Bibir sumbing dikategorikan dalam
lima jenis yaitu :
a) Kategori sederhana
atau tidak lengkap; bila terbelahnya tidak seluruh ketinggian bibir, misal
hanya 1/3 bibir.
b) Bibir sumbing
lengkap; bila terbelahnya pada seluruh ketinggian bibir.
c) Bibir sumbing satu sisi;
bila hanya sebelah kiri atau kanan saja.
d) Bibir sumbing dua
sisi; bila terbelahnya pada dua sisi bibirnya.
e) Bibir Sumbing biila
disertai terbelahnya/sumbing pada gusi dan langit-langit.
2.
Hambatan
Yang jelas, secara fisik bibir
sumbing akan mempengaruhi fungsi bibir tersebut. Pada bayi, fungsi bibir adalah
untuk mengisap atau menyusu. Jadi, dengan adanya bibir sumbing maka fungsi
mengisap akan berkurang. Dikhawatirkan intake makanan akan berkurang, yang akan
mempengaruhi status gizinya.
Selain itu, fungsi bibir untuk
membentuk bunyi. Dengan adanya bibir sumbing, pengeluaran beberapa huruf akan
terganggu, umpamanya huruf "m", "p", "b". Bahkan,
bibir sumbing pun bisa mengakibatkan suara menjadi sengau. Hal itu akibat
adanya kebocoran aliran udara, sebagian ke mulut dan sebagian bocor ke rongga
hidung. Tapi, ini hanya terjadi pada langit-langit sumbing.
Dipandang dari segi kejiwaan,
bila bibir sumbing dibiarkan atau tidak dilakukan penanganan/operasi, maka akan
menimbulkan rasa rendah diri atau minder pada si penderita. Apalagi saat si anak
memasuki usia sekolah dan seterusnya. Ini akan mengurangi rasa percaya diri,
sehingga ia kurang produktif, dan akan menghambat karirnya di masyarakat,.
D.
Penatalaksanaan
Upaya pencegahan bibir sumbing
pada bayi yang akan dilahirkan, secara teori dapat dilakukan dengan terapi
genetik. Tapi secara praktek belum dapat dilaksanakan. Sebetulnya dalam usia
kehamilan lewat 6 bulan cacat bibir sumbing sudah dapat dideteksi. Secara teori,
penanganan atau operasi intra uterine dapat dilakukan dengan segala
kerumitannya. Diharapkan hasil operasinya akan bagus sekali. Sayang, dalam
praktek belum dapat diterapkan karena tingkat kerumitan dan risikonya sangat
tinggi.
Dengan demikian pencegahan baru
dilakukan pada tahap genetic counselling, berupa penerangan kepada pasangan
yang akan membentuk rumah tangga. Inipun baru dalam tahap anjuran. Sampai saat
ini pemeriksaan genetik memang dilakukan dengan konseling, meneliti sejauh mana
turunan ke atasnya, karena itu akan memungkinkan terjadinya cacat bawaan yang
kita pun tak bisa tahu. Jadi, lebih untuk kesiapan mental bila suatu
kemungkinan terjadi. Di sini konseling belum memasyarakat, tak seperti di luar
negeri yang sudah biasa.
Sedangkan terapi penanganannya
hanya bisa dilakukan dengan cara operasi. Kendati, tak seluruh wilayah
Indonesia memiliki kemampuan dan fasilitas sama untuk melakukan operasi bibir
sumbing. Fasilitas yang ada sekarang tak sebanding dengan jumlah
penderita.Jadi, misalnya dilahirkan seribu pasien bibir sumbing, yang dapat
ditangani kurang lebih 300-400 setahun. Tahun depan begitu lagi, sehingga
banyak di masyarakat terutama di daerah yang jauh dari jangkauan fasilitas yang
memadai untuk yang sulit dilakukan operasi bibir sumbing.
Tujuan operasi, untuk membuat
bibir sumbing jadi nearly normal looking. Tentu sebagai manusia biasa dokter
berusaha semaksimal mungkin, tapi tentu saja tidak akan dapat menyamai
kesempurnaan ciptaan Sang Pencipta. Untuk berusaha mendekati yang normal pun banyak
kendalanya. Misalnya, bila dioperasi pada waktu bayi biasanya luka operasinya
atau parutnya makin tidak jelas atau tipis. Sedangkan bentuknya diusahakan
mendekati normal, baik bibir, hidung, ataupun secara keseluruhan. Baik dalam
posisi diam atau sewaktu bibir bergerak, berbicara, tersenyum, bersiul dan
lain-lain.Tapi, tentu saja tujuan utamanya lebih pada mengembalikan fungsi,
selain sisi estetik dan kosmetik.
Penatalaksanaan tergantung pada
kecacatan. Prioritas pertama antara lain pada tekhnik pemberian nutrisi yang
adekuat untuk mencegah komplikasi, fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
Penanganan : bedah plastik yang
bertujuan menutupi kelainan, mencegah kelainan, meningkatkantumbuh kembang
anak. Labio plasty dilakukan apabila sudah tercapai ”rules of overten” yaitu :
umur diatas 10 minggu, BB diatas 10 ponds (± 5 kg), tidak ada infeksi mulut,
saluran pernafasan unutk mendapatkan bibir dan hidung yang baik, koreksi hidung
dilakukan pada operasi yang pertama. Palato plasty dilakukan pada umur 12-18
bulan, pada usia 15 tahun dilakukan terapi dengan koreksi-koreksi bedah
plastik. Pada usia 7-8 tahun dilakukan ”bone skingraft”, dan koreksi dengan
flap pharing. Bila terlalu awal sulit karena rongga mulut kecil.
Terlambat, proses bicara terganggu, tidak lanjutnya adalah pengaturan diet.
Diet minum susu sesuai dengan kebutuhan klien.
E.
Konsep Tumbuh Kembang, Bermain, Nutrisi dan Dampak Hospitalisasi.
Dibawah ini akan diuraikan
mengenai konsep tumbuh kembang, bermain, nutrisi dan dampak hospitalisasi pada
anak yang berumur 5 tahun.
1.
Pertumbuhan.
Menurut
Whalley dan Wong (2000), mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan
jumlah dan ukuran, hal ini merupakan suatu proses yang alamiah yang terjadi
pada setiap individu.
Sedangkan
Marlow (1998) mengemukakan pertumbuhan sebagai suatu peningkatan ukuran tubuh
yang dapat diukur dengan meter atau sentimeter untuk tinggi badan dan kilogram
atau gram untuk berat badan. Pertumbuhan pada anak usia 5 tahun pertumbuhan
fisik khususnya berat badan mengalami kenaikan rata-rata per tahunnya adalah 2
Kg, kelihatan kurus akan tetapi aktifitas motorik tinggi, dimana sistem tubuh
mencapai kematangan seperti berjalan, melompat, dan lain-lain.
Pada
pertumbuhan khususnya ukuran tinggi badan anak akan bertambah rata-rata 6,75
sampai 7,5 cm setiap tahunnya (Hidayat, 2006).
2.
Perkembangan
Perkembangan
menitikberatkan pada perubahan yang terjadi secara bertahap dari tingkat yang
paling rendah ke tingkat yang paling tinggi dan kompleks yang melalui maturasi
dan pembelajaran.
Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi perkembangan anak diantaranya faktor herediter, faktor
lingkungan, dan faktor internal. Perkembangan psikoseksual, anak pada fase
falik (3-6 tahun), selama fase ini genitalia menjadi area yang menarik dan area
tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin,
seringkali anak merasa penasaran dengan pertanyaan yang diajukannya. Dengan
perbedaan ini anak sering meniru ibu atau bapaknya untuk memahami identitas
gender (Freud). Pada masa ini anak mengalami proses perubahan dalam pola makan
dimana anak pada umumnya mengalami kesulitan untuk makan.
Proses
eliminasi pada anak sudah menunjukkan proses kemandirian dan masa ini adalah
masa dimana perkembangan kognitif sudah mulai menunjukkan perkembangan dan anak
sudah mempersiapkan diri untuk memasuki sekolah yang terlihat sekali kemampuan
anak belum mampu menilai sesuatu berdasarkan apa yang mereka lihat dan anak
membutuhkan pengalaman belajar dengan lingkungan dan orang tuanya (Hidayat,
2006).
3.
Nutrisi.
Nutrisi
sangat penting untuk tumbuh dan berembang, anak membutuhkan zat gizi yang
esensial mencakup protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan air yang harus
dikonsumsi secara seimbang, dengan jumlah yang sesuai kebutuhan pada tahapan
usianya. Kebutuhan cairan pada anak usia 5 tahun yaitu 1600-1800cc/24 jam
(Hidayat, 2006). Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal per kg BB.
Pada
masa prasekolah kemampuan kemandirian dalam pemenuha kebutuhan nutrisi sudah
mulai muncul, sehingga segala peralatan yang berhubungan dengan makanan seperti
garpu, piring, sendok dan gelas semuanya harus dijalaskan pada anak atau
doperkenalkan dan dilatih dalam penggunaannya, sehingga dapat mengikuti aturan
yang ada.
Dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia ini sebaiknya penyediaan bervariasi
menunya untuk mencegah kebosanan, berikan susu dan makanan yang dianjurkan
antara lain daging, sup, sayuran dan buah-buahan.
4.
Bermain
Bermain
merupakan suatu aktifitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berprilaku dewasa.
Pada
usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan kreatifitas dan sosialisasi
sehingga sangat diperlukan permainan yang dapat mengembangakan kemampuan
menyamakan dan membedakan, kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan,
menumbuhkan sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dalam
mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan pengertian yang
bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan suasana kompetisi serta gotong
royong.
Sehingga
jenis permainan yang dapat digunakan pada anak usia ini seperti benda-benda
sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat-alat gambar, kertas untuk
belajar melipat, gunting dan air.
5.
Dampak Hospitalisasi
Hospitalisasi
merupakan suatu poroses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat,
mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya sampai kembali kerumah.
Selama
proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat traumatik
dan penuh dengan stress.
Perawatan
anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungan yang dirasakan
amat, penuh kasih sayang, dan menanyakan, yaitu lingkungan rumah, permainan,
dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan dengan menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan dirumah sakit juga membuat anak
kehilangan kontrol terhadap dirinya, anak merasa kehilangan kekuatan diri,
malu, bersalah, atau takut.anak akan bereaksi agresif dengan marah dan
berontak, tidak mau bekerjasama dengan perawat.
F. Pemeriksaan penunjang
1.
Tes pendengaran, bicara dan evaluasi.
2.
Laboratorium untuk persiapan operasi; Hb, Ht , leukosit, BT, CT scan.
3.
Evaluasi ortodental dan prostontal dari mulai posisi gigi dan perubahan
struktur dari orkumaxilaris.
4.
Konsultasi bedah plastik, ahli anak, ahli THT, ortodentisist, spech
therapi.
5.
MRI
F.
Tes Skrining Perkembangan Menurut Denver (DDST)
DDST (Denver Developmental
Screening Test) adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan
perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST
memenuhi semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes
ini mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukan validitas
yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan DDST secara efektif
85-100% bayi dan anak-anak prasekolah yang mengalami keterlambangan
perkembangan (Soetjiningsih, 1998).
Frankenburg dkk (1981)
mengemukakan 4 parameter perkembangan yang dipakai dalam menilai perkembangan
anak balita yaitu: Personal Sosial (kepribadian/ tingkah laku sosial) yaitu
aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya; Gerakan Motorik Halus yaitu aspek yang
berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan
yang melibatkan bagian-bagian tubh tertentu saja dan dilakukan otot-otot kecil,
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya kemampuan untuk menggambar,
memegang sesuatu benda; Bahasa adalah kemampuan untuk memberikan
respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan; Perkembangan
Motorik Kasar (Gross Motor) adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan
sikap tubuh.
Alat yang digunakan seperti
alat peraga: wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-hijau-biru,
prmainan anak, botol kecil, bola tennis, bel kecil, kertas dan pencil; lembar
formulir DDST; buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara
melakukan tes dan cara penilaiannya (Soetjiningsih, 1998).
Penilaian sesuai dari buku
petunjuk terdapat penjelasan tentang bagaimana melakukan penilaian, apakah
lulus (Passed = P), gagal (Fail = F) ataukah anak tidak mendapat
kesempatan melakukan tugas (No Opportunity = N.O). Kemudian ditarik garis
berdasarkan umur kronologis yang memotong garis horizontal tugas perkembangan
pada formulir DDST.
Setelah itu dihitung pada
masing-masing sektor, berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes
diklasifikasikan dalam:
a.
Abnormal, bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan pada 2 sektor atau lebih,
bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan plus 1
sektor atau lebih dengan keterlambatan dan pada sektor yang sama tersebut tidak
ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis vertikal
usia.
b.
Meragukan (Questionable), bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan
atau lebih, bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada
sector yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan garis
vertikal usia.
c.
Tidak dapat dites (Untestable)
Operasi
sedini mungkin pun dilakukan agar anak masih memiliki kesempatan untuk
dikoreksi ulang saat anak usia TK, misalnya. Jadi, bila operasi pertama usia 3
bulan, kemudian saat ia TK tampak bentuk bibirnya kurang bagus, maka ada
kesempatan untuk operasi atau perbaikan ulang. Kemudian kalau usia remaja 12-14
tahun dan anak melihat sendiri dan merasa kurang bagus, ada kesempatan lagi
dioperasi sebelum remaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar